Tiba-tiba saja dikeheningan malam aku terlempar ke sebuah masa lalu, ke tempat dimana dahulu masih aku rasakan kehangatan dekapan hangat akan sosok bapak ibuku.
Aku mengucek mata, mungkin aku sedang bermimpi atau hanya berhalusinasi. Belum sempat aku menemukan jawaban, ingatanku menjelajah ke lorong waktu. Di pagi buta dan di awal hari bulan ke enam di tahun dua ribu dua, ditengah lelap tidurku aku mendengar samar-samar suara sesak nafas yang bergemuruh, lambat laun suara itu semakin jelas terdengar yang ternyata berasal dari ruangan kamar sebelah tempat ibuku beristirahat. Rasa kantukku mendadak sirna, dengan cepat aku menyeret langkahku menuju asal suara itu, diperaduannya aku dapati ibuku sedang terduduk, aku dapati tempat tidurnya basah oleh keringat dan aku raba bajunya juga basah oleh peluh keringatnya. Mendadak mataku basah oleh linangan airmata, aku berusaha menahan tetesan air dipelupuk mataku untuk tidak jatuh, bergegas aku mencari pakaian untuk mengganti baju ibu yang sudah basah oleh keringat. aku sibuk menjelajah isi laci2 lemari untuk mencari kartu berobat ibu, aku harus segera membawa ibu ke klinik terdekat untuk segera mendapat pertolongan.
Di saat aku sibuk mencari benda kecil yang bernama kartu berobat itu, ibu melangkahkan kaki menuju kamar mandi, uluran tanganku untuk membantunya berjalan ditepisnya, ya begitulah ibu disaat-saat tersulitnya pun ia enggan menyusahkan orang lain walaupun dari aku anaknya sendiri.
Histeriaku melengking dipagi buta itu dikala aku dengar suara dentuman dari arah kamar mandi, ibu terjatuh!..bapak menghampiriku, tenaga bapak tidak kuat mengangkat ibu, tanpa menunggu aba-aba aku berlari keluar rumah berlari dan terus berlari dengan sekuat tenaga, tidak aku perdulikan hawa dingin yang menyergapku, rasa takutku sirna ditengah kepanikan, sepanjang jalan yang aku lalui tidak ada seorang pun menampakkan dirinya, wajar saja karena waktu menunjukan jam 2 pagi.
Langkahku terhenti dipintu sebuah rumah, aku sudah kehabisan kata-kata untuk mengucap salam yang keluar hanya isak tangis dan kekuatan tanganku untuk mengetuk pintu untuk meminta bantuan.
Dalam ruangan yang disesaki orang-orang, aku tidak mendengar celoteh apa pun. Semua diam dan menangis sesenggukan. Aku masih berdiri mematung dan satu per satu mereka mulai memelukku. Juga membisikkan kalimat-kalimat agar aku tetap sabar dan tabah. Aku belum sepenuhnya mengerti tapi kurasakan tubuhku mulai gemetar. Takut mulai merayapi pikiranku.
Aku masuk ke dalam lingkaran. Kini aku benar-benar tak dapat menahan sesak dalam dadaku. Aku menumpahkan air mata. Kupeluk dan kuciumi Ibu yang tak lagi bisa bergerak. Air mataku makin deras. Aku merasakan godam raksasa menghantam tubuhku. Sakit. Ngilu. air mataku tumpah ruah hingga ke tempat peristirahatan terakhir my mom.
5 tahun berselang, aku merasakan hal yang sama ketika bapak pergi meninggalkanku untuk selamanya, bapak pergi meninggalkanku dengan cara yang berbeda. kembali rasa perih mengelayuti hatiku.. aku harus kembali menerima kenyataan kehilangan yang amat sangat.
Sayup-sayup terdengar suara orang mengaji dari surau terdekat, waktu menjelang shubuh, ku seret langkah kakiku untuk mengambil air wudhu, hembusan udara dingin dan sejuknya air meresap sempurna ke dalam pori-pori tubuhku. dalam sujudku hanya doa yang bisa aku panjatkan untuk orang-orang tercinta yang sudah meninggalkanku untuk selamanya.
-6.211544
106.845172